Tempat Tanggal Lahir: Sidoarjo, 19 Novmber 1999. Jenis Kelamin: Laki-Laki. Pendidikan: S-1 Astronomi. Alamat: Jl. Belok No. 59 Solo. Nomor Telepon (HP): 082123956444. Saya merupakan mahasiswa tingkat akhir dari Universitas Surabaya dengan IPK 3,56. Saya adalah seseorang yang aktif dalam organisasi dan berpengalaman dalam bidang astronomi.
FormatDaftar Isian Surat Banding Atau Gugatan Word. Contoh Undangan Perjalanan Dinas - Contoh Isi Undangan (Thomas Ruiz) Sekretariat Pengadilan Pajak Kementerian Keuangan
1 Kata yang harus digunakan ialah nomor karena merupakan bentuk baku. 2. Kata nomer tidak digunakan karena bukan bentuk baku 3. Huruf awal kata nomor ditulis dengan huruf kapital 4. Singkatan kata nomor adalah no. (dalam penggunaanya No.) 5. Angka tahun ditulis lengkap jika angka tahun itu merupakan bagian sistem penomoran. 6.
Formattentang Formulir Isian, Surat Pernyataan, Berita Acara Hasil Penelitian Lapangan, Surat Keterangan Terdaftar dan Petunjuk Pengisian SKT 1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDAFTARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN
Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd Nợ Xấu. Assalamu alaikum wr. wb. Mohon dijelaskan pak Ustadz tentang maksud Al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf? Apakah maksudnya dengan tujuh dialek yang berbeda seperti dalam qiraat sab’ah, ataukah ada pemahaman yang lain. Terima kasih sebelumnya dan wassalam Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ada banyak riwayat yang seperti anda katakan, menyebutkan bahwa Al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf, di antaranyaadalah lafadz hadits berikut ini Dari Ibn Abbas berkata bahwaRasulullah SAW bersabda, "Jibril membacakan Qur’an kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf." Dari Umar bin Khatab ia berkata, "Aku mendengar Hisyam bin Hakim membacakan surah al-Furqan di masa hidup Rasulullah. Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya di saat dia shalat, tetapi aku berusaha sabar menunggunya sampai salam. Begitu salam, aku tarik selendangnya dan bertanya, "Siapakah yang membacakan mengajarkan bacaan surah itu kepadamu? Dia menjawab Rasulullah yang membacakannya kepadaku.’ Lalu aku katakan kepadanya Dusta kau! Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surah yang kau dengar tadi engkau membacanya tapi tidak seperti bacaanmu.’ Kemudian aku bawa dia ke hadapan Rasulullah, dan aku menceritakan kepadanya bahwa Aku telah mendengar orang ini membaca surah al-Furqan dengan huruf-huruf yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surah al-Furqan kepadaku.’ Maka Rasulullah berkata Lepaskan dia, wahai Umar. Bacalah surah tadi, wahai Hisyam, Hisyam pun membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. Maka kata Rasulullah SAW Begitulah surah itu diturunkan.’ Ia berkata lagi Bacalah wahai Umar, lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah kepadaku. Maka kata Rasulullah; begitulah surah itu diturunkan.’ Dan katanya lagi Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu, di antaranya.’ Masih banyak hadits-hadits yang terkait dengan tema yang sama. Hadis-hadis yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan sebagian besar telah diselidiki oleh Ibn Jarir di dalam pengantar tafsirnya. Semuanya bisa diterima dan saling menguatkan. As-Suyuti menyebutkan bahwa hadis-hadis tersebut diriwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Bahkan Abu Ubaid al-Qasim bin Salam telah menetapkan kemutawatiran hadis mengenai turunnya Qur’an dengan tujuh huruf. Namun para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan istilah tujuh huruf ini dengan perbedaan yang bermacam-macam. Sehingga Ibn Hayyan mengatakan Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima pendapat." Namun kebanyakan pendapat itu bertumpang tindih. Di sini kami akan kemukakan beberapa pendapat di antaranya yang dianggap paling mendekati kebenaran. 1. Pendapat Pertama Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna; dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah lafal sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Qur’an hanya mendatangkan satu lafaz atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Huzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. Menurut Ibnu Hatim as-Sijistani, Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy, Huzail, Tamim, Azad, Rabi’ah, Haazin, dan Sa’d bin Bakar. Dan diriwayatkan pula pendapat lain." 2. Pendapat Kedua Suatu hukum berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan nama Qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi. Yaitu bahasa paling fasih di antara kalangan bangsa arab. Meskipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Qur’an mencakup ketujuh macam bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di berbagai surah Qur’an. Bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna. Menurut Abu Ubaid bahwayang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran dalam Qur’an. Sebagiannya bahasa Quraisy, sebagian yang lain bahasa Huzail, Hawazin, Yaman dan lain-lain. Dan sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominan dalam Qur’an." 3. Pendapat Ketiga Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh wajh, yaitu amr perintah nahyu larangan wa’d janji wa’id ancaman jadal perdebatan qashash cerita matsal perumpamaan. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi berkata, "Kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf. Sedang Qur’an diturunkan melalui tujuh pintu dengan tujuh huruf, yaitu zajr larangan, amr, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal." 4. Pendapat Keempat Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam hal yang di antaranya terjadi ikhtilaf perbedaan, yaitu a. Ikhtilaful asma’perbedaan kata benda Yaitu dalam bentuk mufrad tunggal, muzakkar lakidan cabang-cabangnya, seperti tasniyah, double, jamak pluraldan ta’nis perempuan. Misalnya firman Allah وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ al-Mukminun8 Pada kata li amanatihin, bisa dibaca pendek pada huruf nunli amanatihim dengan makna tunggal, yaitu satu amanah saja. Namun bisa juga dibaca dengan panjang menjadi li amanaatihimdengan bentuk mufrad dan dibaca pula dengan bentuk jamak. Sedangkan rasamnya penulisannya dalam bentuk mushaf adalah لأمَانَتِهِمْ Yang memungkinkan kedua qiraat itu dibaca, baik pendek atau pun panjang, karena tidak adanya alif yang disukun. Tetapi kesimpulan akhir dari kedua macam qiraat itu adalah sama. Sebab bacaan dengan bentuk jamak dimaksudkan untuk arti istighraq keseluruhan yang menunjukkan jenis-jenisnya. Sedang bacaan dengan bentuk mufrad, dimaksudkan untuk jenis yang menunjukkan makna banyak. Yaitu semua jenis amanat yang mengandung bermacam-macam amanat yang banyak jumlahnya. b. Ikhtilaf fil i’rab atau Perbedaan dalam segi I’rab, Seperti firman Allah ماهذا بشرا Ini bukan manusia QS. Yusuf31 Jumhur ulama Qiraaat membacanya dengan nasab accusative menjadi maa hadzaa basyara, dengan alasan bahwa kata ما berfungsi seperti kata ليس dan ini adalah bahasa penduduk hijaz yang dalam bahasa inilah Qur’an diturunkan Sedang Ibn Mas’ud membacanya dengan rafa’ nominatif ماهذا بشرُ menjadi maa hadza basyarun, sesuai dengan bahasa Bani Tamim, karena mereka tidak memfungsikan ما seperti ليس. c. Perbedaan Dalam Tasrif Contohnya seperti di dalam firman Allah SWT berikut ini ربنا باعد بين أسفارنا Ya tuhan kami, jauhkanlah perjalanan kami QS. Saba’ 19, Lafadz rabbana oleh sebagian ulama dibaca dengan menasabkan ربُّنا karena menjadi munada’ mudhaf dan باعِد dibaca dengan bentuk perintah fi’il amar. Namun lafaz rabbana dibaca pula dengan tasrif yang berbeda menjadi rabbuna yang statusnya rafa’. Kedudukannya bukansebagai munada tetapi sebagai mubtada’. Dan kata ba’id berubah menjadi baa’ada. Dengan perbedaan pengucapan ini, maka artinya berubah menjadi, "Tuhan kami menjauhkan kami dalam perjalanan." 5. Pendapat Kelima Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak diartikan secara harfiah maksudnya bukan bilangan antara enam dan delapan, tetapi bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang arab. Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab lafaz sab’ah tujuh dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan, seperti kata tujuh puluh’ dalam bilangan bilangan puluhan, dan tujuh ratus’ dalam ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu. 6. Pendapat Keenam Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qiraat tujuh. Wallahu a’lam bishshawab, Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
via unsplash Alhamdulillah washsholatu wassalam ala rosulillah wa ala alihi washohbihi waman walah. Pembahasan seputar 7 huruf atau yang dikenal dengan istilah Al ahruf As sab’ah merupakan kajian utama dalam ilmu qiroat. Sebab luasnya lautan ilmu qiroat seluruhnya bermuara pada pembahasan satu ini. Tak sedikit diantara ulama yang mengkhususkan pembahasan ini dalam karya tersendiri, sebut saja Abu Ubaid Al Qosim bin Salam 225 H, Abul Fadhl Ar Rozi 454 H, Abu Syamah Al Maqdisi 665 H dan masih banyak lagi. Pada artikel kali ini, penulis berusaha menyajikan pengertian dari 7 huruf tersebut secara singkat dan tidak terlalu panjang lebar dengan harapan bisa mudah dipahami. Semoga Allah subahanahu wata’ala mengaruniakan kepada kita ilmu yang bermanfaat. Hadits “Al Ahruf As Sab’ah” Hadits yang menceritakan tentang turunnya Al-Quran dalam 7 huruf merupakan hadits yang agung serta termasuk dalam hadits mutawatir, sebagaimana ditegaskan oleh Abu Ubaid Al Qosim bin Salam, Imam Ad Dani dan Ibnu Al Qoshih rohimahumulloh. Hadist tersebut juga diriwayatkan oleh para pengarang kutub as sittah, pun demikian dengan Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnafnya, Imam Ahmad dalam musnadnya, Al Hakim dalam mustadroknya serta masih banyak lagi. Hampir-hampir tidak ada satupun karya dalam disiplin ilmu hadits ataupun ulumul quran yang tidak mencantumkan hadits tersebut. Terhitung lebih dari 20 sahabat meriwayatkan hadits ini yang kemudian diriwayatkan oleh banyak ulama dari kalangan tabi’in dalam berbagai jalur sanad yang ada. Diantara teks hadits tersebut ialah إنّ هذا القرآن أنزل على سبعة أحرف فاقرءوا ما تيسّر منه “Sesungguhnya Al-Quran diturunkan dalam 7 huruf, maka bacalah apa yang mudah bagi kalian darinya” HR Al Bukhari Baca juga Belajar Qiroat 2 Darimana Ilmu Qiroat Berasal? Arti dari 7 Huruf Hadits seputar Al Ahruf As Sab’ah cukup menyita perhatian para ulama qiroat, salah satunya adalah Ibnul jazari rohimahulloh. Beliau pernah menuturkan bahwa hadits tersebut telah menyita perhatian beliau dalam mengungkap maknanya selama lebih dari 30 tahun. Perlu diketahui bahwa meskipun hadits seputar Ahruf As Sab’ah merupakan hadits yang mutawatir, namun para ulama berbeda pendapat tentang makna sesungguhnya dari 7 huruf tersebut. Bahkan terdapat lebih dari 40 pendapat yang berbeda dikalangan para ahli ilmu seputar makna hadits tersebut. Disini akan kami paparkan 2 pendapat yang paling masyhur dalam permasalahan ini Pendapat Pertama 7 Huruf yang dimaksud adalah 7 logat kabilah arab. Diantara para ulama yang condong terhadap pendapat ini adalah jumhur ahli fiqh dan hadits, seperti Sufyan bin Uyainah, Ibnu Wahab, Abu’ Ubaid Al Qosim bin Salam, Ibnu Jarir At Thobari dan Ibnu Abdil Bar. Kemudian mereka berbeda pendapat tentang kabilah mana saja yang bahasanya terdapat dalam Al-Quran. Sebagian mengatakan bahwa kabilah tersebut ialah Quraisy, Hudzail, Tamim, Al Azd, Robi’ah, Hawazin dan Sa’ad bin Bakr. Sedang yang lain berpendapat bahwa mereka adalah Quraisy, Hudzail, Kinanah, Qois, Dhibbah, Taim Ar Robab dan Asad. Pendapat Kedua Makna 7 huruf adalah 7 macam jenis perubahan yang bisa terjadi pada lafadz Al-Quran. Pendapat kedua ini merupakan pendapat yang diambil oleh banyak para ulama dan Qurro`, diantara para ulama yang mengambil pendapat ini adalah Ibnul Jazari rohimahulloh. Beliau menuturkan “Setelah kuteliti seluruh qiroat yang ada baik yang shahih maupun syadz, begitu pula yang dho’if serta yang munkar, kudapati bahwa perbedaan yang ada tidak pernah keluar dari 7 hal “ Perbedaan Harokat tanpa perubahan makna dan bentuk tulisan, seperti lafadz الْبُخْلِ pada surat An Nisa ayat 37 الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا Dimana sebagian Qiroat dibaca dengan fathah pada huruf ba` dan kho` sehingga menjad بِالْبَخَلِ Perbedaan Harokat dengan perubahan makna, seperti lafadz كَلِمَاتٍ & آدَمُ pada surat Al Baqoroh ayat فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ Perlu diketahui bahwa dalam qiroat lain dibaca dengan fathah pada huruf mim آدَمَ dan dhommah pada huruf ta` كَلِمَاتٌ sehingga menjadi فَتَلَقَّىٰ آدَمَ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٌ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ Perbedaan huruf dengan perubahan makna, seperti lafadz تَبْلُو pada surat Yunus ayat 30 هُنَالِكَ تَبْلُو كُلُّ نَفْسٍ مَا أَسْلَفَتْ ۚ وَرُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ ۖ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ Dalam sebagian qiroat huruf ba` kedua berganti menjadi huruf ta` sehingga menjadi تَتْلُو Perbedaan huruf dengan adanya perubahan pada bentuk tulisan namun tidak merubah makna, seperti lafadz الصِّرَاطَ dalam seluruh Al-Quran, salah satunya pada surat Al Fathah ayat 6 اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ Dimana sebagian qiroat membacanya dengan huruf sin bukan shod seihngga menjadi السِّرَاطَ Perbedaan huruf dengan adanya perubahan pada bentuk tulisan dan makna, seperti lafadz pada surat Al Jumu’ah ayat 9 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ Dimana terdapat riwayat bahwa lafadz tersebut dibaca dengan فَامْضُوا At Taqdim wa At Ta’khir, yaitu sebagian lafadz didahulukan dari yang lain, seperti lafadz فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ pada surat إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ Terdapat qiroat yang mendahulukan lafadz فَيَقْتُلُونَ dari lafadz وَيُقْتَلُونَ, sehingga menjadi فَيُقْتَلُونَ وَيَقْتُلُونَ Az Ziyadaha wa An Nuqshon penambahan dan pengurangan, seperti lafadz وَوَصَّىٰ pada surat Al Baqoroh ayat 132 وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ dimana terdapat qiroat yang membacanya dengan tambahan hamzah, sehingga menjadi وَأَوْصَىٰ Wallhu a’lam Referensi Al Madkhol ila ilmi Al Qiroat, Abdul Qoyyum As Sindi *** Ditulis oleh Afit Iqwanudin, Lc Alumni PP Hamalatulqur’an Yogyakarta, Mahasiswa Pascasarjana jurusan Ilmu Qiro’at, Fakultas Qur’an di Universitas Islam Madinah KSA
Jawaban ✅ untuk SURAT ISIAN 7 HURUF dalam Teka-Teki Silang. Temukan jawaban ⭐ terbaik untuk menyelesaikan segala jenis permainan puzzle Di antara jawaban yang akan Anda temukan di sini yang terbaik adalah Blangko dengan 7 huruf, dengan mengkliknya Anda dapat menemukan sinonim yang dapat membantu Anda menyelesaikan teka-teki silang Anda. Solusi terbaik 0 0 0 0 Apakah itu membantu Anda? 0 0 Frasa Jawaban Huruf Surat Isian Blangko 7 Surat Isian Formulir 8 Bagikan pertanyaan ini dan minta bantuan teman Anda! Apakah Anda tahu jawabannya? Jika Anda tahu jawabannya dan ingin membantu komunitas lainnya, kirimkan solusi Anda Serupa
7 huruf dalam al Quran Di kalangan para pengkaji ilmu Al- Quran dan hadits, gagasan tentang pewahyuan Al-Quran dalam tujuh huruf merupakan masalah yang rumit dan masih menjadi teka-teki dalam sejarah Al-Quran. Karena meskipun riwayat-riwayat yang datang mengenai masalah ini sahih dan hampir mencapai derajat mutawatir-yakni prinsip tentang trnsmisi yang melalui mata rantai periwayatan yang independen dan otoritatif dalam suatu skala yang sangat luas, sehingga menafikan kemungkinan terjadinya kesalahan dan kekeliruan- namun riwayat-riwayat itu bersifat mujmal dan tak seorang pun pernah menanyakan langsung kepada nabi maksud Sa’bah Ahruf di sini. Oleh karena itu, polemik tentang pewahyuan dalam Al-Quran dalam tujuh huruf tidak pernah usai, mulai dari para sarjana Al-Quran klasik sampai pengkaji Al-Quran kontemporer. Masing-masing ulama itu mempunyai argumen dan cara pandang berbeda mengenai masalah ini. Perbedaan-perbedaan itu memberikan ilustrasi bahwa alangkah sulit dan bahayanya pembahasan ini, dikatakan berbahaya karena kesalahpahaman dalam pembahasan ini bisa berakibat fatal terhadap Al-Quran itu sendiri, bahkan hal tersebut bisa dijadikan bumerang oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan dasar utama umat Islam itu. Latar Belakang Sosiologis Turunnya Sa’bah Ahruf dalam Al-Quran Pada periode Makkah, Al-Quran memakai satu huruf yaitu bahasa Quraisy. Oleh karena itu Rasulullah dan para sahabat tidak menemukan kesulitan yang berarti dalam membaca dan memahami isi kandungan dalam Al-Quran. Namun, ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, situasi dan kondisi telah berbeda jauh dengan apa yang ada di Makkah, di mana banyak orang berbondong-bondong masuk islam dari berbagai kalangan yang berbeda. Di antara mereka ada yang lanjut usia dan tidak mengerti baca tulis, sehingga mendapat kesulitan dalam membaca AlQuran yang sebelumnya tidak pernah terjadi pada periode makkah.[1] Telaah Terhadap Hadits Pewahyuan Al Quran dalam Tujuh Huruf Telah dikatakan di atas, bahwa hadits-hadits sab’ah ahruf mencapai derajat shahih dan tawatur. Seperti yang ditulis oleh Imam As-Suyuti di dalam Al-Itqan ada sebanyak 21 sahabat yang meriwayatkan hadits sab’ah ahruf.[2] Namun, pada kenyataannya ada 24 sahabat.[3] Diantara para sahabat yang meriwayatkannya adalah Ubay bin Ka’b, Anas, Khudzaifah bin Yaman, Zeyd bin Arqam, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Utsman bin Affan, Umar bin Khattab, Hisyam bin Hakam dan lain-lain. Hadits-hadits ini diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, Ibnu Hibban, al Hakim, dan telah ditakhrij oleh Abu Daud Nasai, Turmudzi, Ahmad, at-Thabari. Adapun jumlah sanad hadits sab’ah ahruf, sebanyak 46 sanad. Diantara sanad-sanad tersebut tidak ada yang dhoif, kecuali delapan sanad. Begitu juga semua sanad muttasil, kecuali empat saja, hadits tersebut dikuatkan dengan hadits muttasil.[4] Hadits-hadits inilah yang menjadi landasan kuat bagi ulama tentang adanya gagasan pewahyuan AlQuran dalam tujuh huruf. yang terkenal dari berbagai hadits ini adalah riwayat dari Umar bin Khattab dan Hisyam bin Hakam berikut ini Dari Miswar bin Makhramah dan Abdur Rahman bin Al-Qari bahwa keduanya mendengar Umar bin Khattab berkata “Aku berjalan melewati Hisyam bin Hakam bin Hizam yang tengah membaca Al-Furqan pada masa Rasulullah SAW. Lalu dengan cermat kudengarkan bacaannya. Dia membaca dalam dialek yang banyak, yang tidak pernah dibacakan Rasulullah kepadaku. Hampir saja kuserang dia dalam shalatnya, tetapi aku bersabar hingga ia menyudahi shalatnya, kemudian aku tarik bajunya dan menanyainya “Siapa yang membacakan kepadamu surat yang kudengar tadi?” jawabnya “Rasulullah yang membacakannya kepadaku.” Aku berkata “Bohong kamu! Sesungguhnya Rasulullah telah membacakannya kepadaku lain dari yang kamu bacakan.” Lalu aku bawa dia ke Rasulullah dan mengadukannya “Sesungguhnya aku telah mendengar orang ini membaca surat Al-Furqan dalam ahruf yang tidak pernah anda bacakan kepadaku.” Maka Rasulullah berkata “Lepaskan dia, bacalah Hisyam!” Lalu Hisyam membaca dengan bacaannya yang kudengar tadi. Kemudian Rasulullah Bersabda “Demikianlah surat itu diturunkan.” Kemudian beliau berkata “Bacalah wahai Umar!” Maka aku pun membacakan bacaan yang pernah dibacakan Rasulullah kepadaku. Rasulullah lalu bersabda “Demikianlah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Quran ini diwahyukan dalam tujuh huruf. Bacalah yang termudah darinya!”[5]. Demikian diriwayatkan bahwa Ubay bin ka’b suatu ketika mendengar seseorang di dalam sebuah masjid membaca suatu bacaan Al-Quran yang tidak dikenalnya. Ubay menegurnya, tetapi orang lain setelah itu juga melakukan hal yang sama. Mereka kemudian pergi menemui Rasulullah untuk mengklarifikasi bacaan-bacaan yang berbeda dan Nabi mendengarkan bacaan-bacaan itu. Hal ini membuat Ubay terpukul serta berkeringat dingin dan mencemaskan dirinya sebagai seorang pembohong. Melihat kondisi Ubay, Nabi lalu menenangkannya dan bersabda “Hai Ubay, aku diutus untuk membacakan Al-Quran dalam satu huruf, tetapi aku menolaknya dan meminta agar umatku diberi keringanan. Kemudian diulangi lagi kepadaku yang kedua kali; Bacalah al Quran dengan dua huruf. Aku pun menolak lagi dan memohon agar umatku diberi keringanan. Lalu diulangi lagi yang ketiga kalinya Bacalah Al-Quran dalam tujuh huruf. Sementara, sejumlah hadits lainnya mengungkapkan pewahyuan Al-Quran dalam tujuh ahruf, tetapi tanpa merujuk kepada perselisihan tentang perbedaan bacaan di kalangan kaum muslimin generasi pertama. Jadi Bukhori dan Muslim, misalnya, meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang berkata bahwa Nabi pernah bersabda “Jibril membacakan Al-Quran kepadaku dalam satu harf, tetapi aku menolaknya. Dan aku terus memohon kepadanya agar ditambahkan, maka dia menambahkannya hingga akhirnya mencapai tujuh ahruf.”[6] Demikian pula, dikabarkan Ubay bin Ka’b meriwayatkan bahwa ketika Nabi tengah berada di kolam Banu Ghaffar, Jibril datang kepadanya dan berkata “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu membaca Al Quran kepada umatmu dalam satu harf..” Nabi lalu menjawab “Saya memohon perlindungan dan ampunan Allah, sesungguhnya umatku tidak mampu melakukannya.” Kemudian Jibril mendatanginya lagi dan berkata “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu membaca Al Quran kepada umatmu dalam dua huruf.” Nabi memberikan jawaban yang sama, kemudian datang lagi Jibril untuk ketiga kalinya dan berkata “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu membaca Al Quran kepada umatmu dalam tiga huruf.” Nabi masih juga memberikan jawaban yang sama, kemudian datang lagi Jibril untuk keempat kalinya dan berkata “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu membaca Al Quran kepada umatmu dalam tujuh ahruf. Huruf apa saja yang mereka gunakan dalam pembacaan Al Quran, maka mereka telah membacakannya secara tepat.”[7] Dari Ubay ibn Ka’b berkata “Rasulullah SAW, bertemu dengan Jibril pada suatu tempat bernama Ahjar al-Marwa beliau berkata “Hai Jibril sesungguhnya saya ini diutus kepada umat ummiyyin bacabuta huruf, di antara mereka adalah budak laki-laki, perempuan, nenek-nenek, kakek-kakek, dan orang-orang yang sama sekali tidak pernah membaca buku. Jibril menjawab, “Hai Muhammad, sesungguhnya Al Quran diturunkan dalam tujuh huruf.” Hadits riwayat Tirmidzi dan beliau berkata, “Ini adalah hadits hasan sahih[8] Dari nash-nash di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut Al-Quran dengan tujuh huruf merupakan kemudahan bagi umat Islam. Dimana banyaknya orang yang masuk Islam dari berbagai golongan, usia, suku, dan bahasa mengakibatkan mereka mendapatkan kesulitan dalam membaca Al-Quran. Oleh karena itu, Rasulullah meminta keringanan dari Allah, sehingga turunlah Al-Ahruf as-Sab’ah. terjadinya pembacaan dengan tujuh huruf setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, dengan alasan sebagai berikut Disebutkan dalam beberapa riwayat adanya dua tempat. Yaitu Ahjarul Mar’i dan kolam Banu Ghaffar dimana Rasulullah mendapatkan keringanan tujuh huruf, kedua tempat ini berada di Madinah. Dalam sebuah riwayat Ubay disebutkan, bahwa perselisihan terhadap bacaan surat An-Nahl itu terjadi di masjid. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa masjid pertama kali dibangun adalah di Madinah. DR. Abd. Shabur Syahin, izin memakai bacaan Al-Quran dengan tujuh huruf terjadi sekitar tahun 9 hijriyah. dimaksud Sab’ah adalah hakekat bilangan yang terletak antara bilangan enam dan delapan. membaca Al-Quran dengan tujuh huruf adalah lit Takhyir tidak wajib. Oleh karena itu, tidak ada larangan bagi yang membaca Al Quran dengan salah satu huruf seperti dalam hadits dikatakan, “Dengan huruf apapun mereka baca, maka bacaan mereka adalah benar.”[9] Interpretasi Ulama Seputar Sab’ah Ahruf Sejumlah besar sarjana muslim, selama berabad-abad telah berupaya menjelaskan apa yang dimaksud dengan ungkapan sab’ah ahruf dalam riwayat-riwayat tersebut. Abu Hatim Muhammad ibnu Hibban al-Busti wafat 354 H, misalnya, telah mengumpulkan 35 hingga 40 macam penjelasan tentang hal tersebut yang dapat ditemukan dalam berbagai buku. Abu Syamah wafat 665 H, sekitar 650 H, bahkan menulis sebuah buku khusus tentang berbagai penjelasan tujuh ahruf tersebut. AsSuyuti dalam Itqan juga menyebutkan bahwa penafsiran yang berkembang di kalangan sarjana muslim tentang makna tujuh huruf ini tidak kurang dari empat puluh pendapat. Namun sebagian besar penjelasan ini tidak memiliki signifikansi yang nyata, bahkan berseberangan dengan kata-kata aktual yang ada dalam berbagai hadits. Beberapa ilustrasi berikut-yang dipilih dari penjelasan-penjelasan paling populer di kalangan sarjana muslim—akan menunjukkan hal ini. sarjana muslim menjelaskan pengertian sab’ah ahruf dengan Al-Abwab al-Sab’ah tujuh segi, yang dengannya Al Quran turun. Ketujuh segi ini bertalian dengan perintah, larangan, janji, ancaman, perdebatan, kisah masyarakat terdahulu, dan perumpamaan. Penjelasan ini, sekalipun didasarkan pada beberapa riwayat, jelas bertabrakan dengan hadits-hadits tentang tujuh ahruf yang menyiratkan perbedaan dalam pembacaan Al-Quran sebagai kemudahan bagi kaum muslimin, lantaran ketidak mampuan mereka membacanya dalam satu huruf. Jika perbedaan di kalangan sahabat menyangkut hal-hal yang dijelaskan dalam kandungan Al-Abwab As Sab’ah, maka adalah mustahil bagi Nabi untuk menjastifikasi perbedaan-perbedaan tersebut, karena berkontradiksi antara satu dengan yang lainnya; yang halal bagi suatu bacaan bisa menjadi haram bagi bacaan lain, yang diperintahkan bisa menjadi terlarang, yang muhkam bisa menjadi mutasyabih atau sebaliknya, dan seterusnya. tujuh ahruf berikutnya adalah tujuh dialek lahjah yang berbeda. Yakni dialek Quraisy, Huzhail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman. Menurut penjelasan ini, jika ketujuh dialek tersebut berbeda dalam mengungkapkan suatu makna, maka Al Quran diturunkan dengan sejumlah lafaz yang sesuai dengan dialek-dialek tersebut. Tetapi bila tidak terdapat perbedaan, maka Al Quran hanya diturunkan dengan satu lafaz. Alan Ibnu Muhammad tanpa jasa para penulis di masa lalu, kau tak mungkin seperti sekarang... maka balas budilah dengan menulis untuk generasi setelahmu ▼ Wednesday, July 25, 2012 SAB'AH AL-AHRUF, Dan, Sumber Kemunculan Qira’ah Sab’ah Prolog Termasuk wacana kajian seputar ilmu Al-Qur'an yang sengit diperselisihkan adalah sebuah hadits ن على سبعة أحرف ”أنزل القرآ نAl-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf” walaupun sebenarnya hadits ini jelas sahih dengan riwayat yang tergolong mutawatir, karna rawi yang meriwayatkannya mencapai 21 sahabat, bahkan sempat adanya sahadah penyaksian banyak sahabat atas kebenarannya, namun secara global hadits ini banyak menimbulkan kontrofersi mengenai murad dan keberadaannya. Riwayat dari umar bin khottob, abdulloh bin mas'ud, ubay bin ka'ab dan rawi-rawi lain menyatakan. Bahwa. para shahabat berdebat mas'alah seputar bacaan Qiraat dalam al-qur'an, sebagian berbeda dengan yang lainnya dalam membaca suatu ayat. dan masing-masing sama meyakini atas kebenaran bacaannya, akhirnya mereka meminta penjelasan kepada nabi. Nabi kemudian memerintahkan kepada masing-masing untuk membaca bacaannya, lantas beliau membenarkan semuanya tanpa terkecuali dan menyuruh mereka menetapi bacaannya walau masing-masing berbeda, sehingga ada sebagian dari mereka meragukan atas keputusan nabi. Rasulullah pun mengetahuinya Kemudian menepuk dada mereka yang ragu tadi dan berkata “aku diperintah untuk membaca al-qur'an dengan tujuh huruf “. Dalam redaksi hadits lain yang di riwayatkan abi kuraib. Rasul bersabda.” أمرني أن أقرأه على سبعة ف ف كا ف كلها شا ف،ب من الجنة “ “ أحر فaku diperintah Allah untuk membaca Al-Qur'an من سبعة أبوا ف،ف dengan tujuh huruf dari tujuh pintu surga, semuanya mengobati dan mencukupi “. Yang di maksud tujuh huruf adalah membaca Al-Qur'an dengan al-sinah as-sab'ah tujuh lisan bahasa. Namun tetap dengan makna dan artian sama. seperti kata Ta'al dan Halumma dua lafadz sinonim yang memiliki satu arti “kemarilah” م ذي م Contoh dalam sebuah ayat “ مننوا نآ م “ أفمل م يimam 'ali Kw dan ibnu abbas ra membacanya س ال ل ذ م م ي مي يئ م م ذ ل م dengan bahasa lain “ ن آمننوا ن ال ذ “ أفمل يbegitu pula ayat “ “ ماينظرون إل صيحةyang oleh abdullah ذي م م ي ممتبي ل ذ dibaca “ ة “ ما ينظرون إل مزقي ة. Mengenai bahasa tujuh yang dimaksud, antar ulama' berbeda pendapat, menurut Abu Hatim Assajastani, tujuh bahasa itu ialah bahasa Quraisy, Hudzail, Tamim, Uzaid, Rabi'ah, hawazin, dan sa'ad bian abi bakar. Menurut yang lain, bahasa Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman dan Ada yang mengatakan bahwa tujuh itu adalah tertentu dari bahasa mudlor karna mudlor itu terdapat tujuh qabilah ya'ni Quraisy, Kinanah, Asad, Hudzail, Tamim, Dlobbah dan Qais, dengan berhujjahkan perkataan utsman dan Ali “Al-Qur'an itu diturunkan dengan bahasa Mudlor”.yang lain mengatakan lima bahasa tertentu milik Hawazin, sedang dua lainnya menyeluruh bagi bangsa arab karna Hawazin berdekatan dengan temurunnya wahyu. Maksud dari perkataan Utsman dan Ali “al-Qur'an diturunkan dengan bahasa mudlor atau qurais” adalah pertama kali Al-Qur'an diturunkan berupa dialek qurais, kemudian agar mudah bagi orang arab yang lain, allah memperbolehkan mereka membaca dengan bahasa masing-masing, sedangkan bagi selain orang arab lebih utama membaca dengan dialek qurais karna keutamaannya, juga bagi mereka yang ingin menghafal Al-Qur'an, maka dia harus dengan qurais sebagaiman pesan Ali pada ibnu mas'ud “ajarilah manusia dengan bahasa quraisy” karna bagi selain arab ajam semua dialek arab itu sama-sama sulit maka harus dipilih satu saja, namun yang lebih utama adalah bahasa nabi muhammad, dan untuk membaca yang lain juga diperbolehkan selagi tidak bertentangan dengan mushaf utsmani, sedang bagi orang arab yang kerepotan membaca dengan bahasa qurais maka ia tidak dipaksa untuk membaca dengan bahasa qurais ia diperbolehkan membaca dengan bahasanya bila tercakup dalam tujuh yang dimaksud. Sedang yang dimaksud dengan tujuh pintu surga adalah ma'na yang ada dalam al-qur'an yang berupa amar, nahi, targhib, tathib, qosos, jadal dan mitsal yang pabila dikerjakan maka pelakunya dijanjikan masuk surga. Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat ulama' mutaqaddimin. Yang dimaksud dengan potongan hadits ف ف كا ف “ ”كلها شا فsemuanya dari yang tujuh bisa mengobati dan mencukupi” adalah sama dengan sebuah penjelasan dalam surat yunus ayat 57 “ ما ذفي ش م وم ذ فاءء ل ذ م دور ص ن ”ال صAl-Qur'an sebagai obat bagi orang mu`min dari setiap penyakit yang timbul dihati, berupa keraguan dari syetan. Dan sekaligus sudah mencukupi, dengan ayat yang masuk katagori mauidhoh dari salah satu huruf yang tujuh. Kitab yang turun kepada ummat terdahulu hanya berupa satu bab dan di baca Cuma dengan satu huruf saja, Zabur milik nabi Daud Cuma berisikan tadzkir dan mauidzoh, Injilnya nabi Isa berisikan tamjid, mahamid, haddlu 'ala al-shafhi dan I'rodl, yang jika dibaca tidak dengan bahasa yang diturunkan, maka dikatakan tarjamah atau tafsir, sedangkan Al-Qur'an turun dengan tujuh ma'ani dan bisa dibaca dengan tujuh bahasa, boleh dan mencukupi dengan membaca salah satunya, inilah diantarea keistimewaan dari ummat Muhammad. Tujuh huruf itu mempunyai derajat dalam perbedaannya, ada yang berbeda dalam cara baca dan qiro'ahnya berupa qosr, mad dan lain sebagainya, namun tidak berbeda dalam bentuk tulisannya, sebagian yang lain berbeda dalam bentuk tulisannya, namun sedikit sekali yang seperti ini. Namun menurut Ibnu al-jazari ulama kemuka dalam bidang tajwid berkomentar bahwa perbedaan dalam masalah idzhar, idghom, raum, isymam, tafkhim, tarqiq, mad, qasr, imalah, tahqiq, tashil, ibdal dan naql bukanlah perbedaan dalam lafadz dan ma'na akan tetapi sifat yang berbeda dalam penyampaiannya ada' saja yang tidak sampai keluar dari satu huruf yang telah disepakati, seperti membaca imalah dalam lafadz “musa” dan beberapa lafadz lain atau bahkan semua lafadz yang berakhiran alif maqsuroh. Perbedaan cara baca itu tidaklah sampai merusak arti Al-Qur'an, perbedaan itu hanya mengenai dialek yang masih menjadi kebiasaan yang sukar diubah oleh beberapa qabilah arab, hal ini terjadi tatkala setelah banyak qabilah arab yang berlainan lahjah memeluk islam, tujuannya jelas untuk memberikan keringanan pada ummat dan “Tashil” memberikan kemudahan kepada qabilah selain quraisy dalam membaca Al-Qur'an, kitab suci agama mereka, Sahabat Abdullah mengatakan. Saya mendengar suatu bacaan kemudian aku temukan Mutaqoribain kesamaan satu sama lain. Maka bacalah sebagaimana yang kalian ketahui, jangan terlalu ketat dan keras. karna hal itu seperti perkataan kalian Halumma, aqbil dan ta'al yang berarti “kemarilah”. Dalam jumlah bahasa bacaannya Para sahabat mempunyai fariasi yang berbeda. Imam mujahid membaca dengan lima bacaan, Sa'id bin Jubair dengan dua huruf dan yazid bin walid dengan tiga bahasa. Suatu ketika sahabat anas membaca sebuah ayat dalam surat al-Muzammil “ ان ناشئة الليل هي اشد “ وطأ وأصوب قيلlalu sahabat yang lain ada yang menegor “ “ وأقومlantas anas berkata “ , وأقوم أهيأ, “ أصوبadalah sama. Hadits Mengenai Sab'ah Ahruf Diriwayatkan dari ubay bin ka'ab bahwa ketika rasul diperintah untuk membaca dengan Cuma satu huruf, rasul masih mengajukan banding pada jibril “aku mohon ampunan dan perlindungan allah, sesungguhnya ummatku tak akan sanggup” kemudian jibril pun berlalu hal itu terulang sampai empat kali, akhirnya Jibril datang dengan membawa titah “sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan tujuh huruf, dari huruf yang mana saja ia membaca maka ia telah benar”. Sebab mengapa Nabi berhenti untuk meminta, setelah jumlah bacaan mencapai tujuh, karna mungkin baliau tahu bahwa ummatnya berbeda dalam tujuh bahasa ini, maka rasul tidak meminta lebih dari itu 7 dalam membaca Al-Qur'an. Dalam sebuah redaksi suatu ketika Nabi didatangi oleh jibril di hajar al-mira' nabi bersabda “aku diutus kepada ummat yang ummy mereka ada yang budak, pelayan, orang tua yang harus bekerja demi keluarganya, yang tua bangka dan orang yang sama sekali tidak pernah membaca kitab” lantas jibril berkata “bacalah Al-Qur'an dengan tujuh huruf”. Rasululah juga bersabda “Bacalah apa yang paling mudah dari yang tujuh huruf “ sedemikian besar syafaqoh beliau terhadap ummatnya. Dengan memintakan rekomendasi kepada tuhan agar beban ummatnya diberikan keringanan dalam melafadzkan kalam-kalam ilahi tidak dengan satu huruf melainkan dengan tujuh huruf. Diceritakan oleh Muhammad bahwa malaikat jibril dan mikail mendatangi nabi Muhammad Saw. kemudian jibril berkata “bacalah al-qur'an dengan dua huruf” mikail berseru “tambahlah” “bacalah alqur'an dengan tiga huruf” begitu seterusnya sampai tujuh huruf . Muhammad rawi mengomentari “jangan berbeda dalam masalah halal, haram dan amar, nahinya”. Rasululah bersabda kepada Umar “wahai umar al-qur'an itu yang tujuh semuanya benar selagi tidak kau jadikan ayat rahmat menjadi ayat azhab dan sebaliknya ayat azhab kau baca sebagai ayat rahmat” Ibnu syihab mengatakan “telah sampai padaku bahwa tujuh huruf itu tetap dalam satu perintah amar tidak berbeda dalam segi halal dan haramnya”. Riwayat dari ibnu mas'ud menyatakan bahwa rasul bersabda “al-qur'an di turunkan dengan tujuh huruf, setiap huruf mempunyai Dhahir yang jelas / nampak dan bathin yang samar.dan setiap huruf ada had batasan nya dan setiap had ada tandanya”. Rasululah bersabda “ragu-ragu dalam al-qur'an adalah kufur” -beliau mengulanginya tiga kali- apa yang kalian ketahui, lakukanlah! bacalah dan apa yang tidak kalian ketahui, maka bertanyalah pada orang yang mengetahuinya”. Dalam hadits lain “Barang siapa kufur terhadap satu huruf atau satu ayat dalam Al-Qur'an maka ia telah kufur pada semuanya”. Dalam redaksinya Umar ra menyatakan bahwa pertemuan jibril dengan Muhammad terjadi di ahjar almira' sedang dari ubai bin ka'ab terjadi di 'adho`ah bani ghifar perbedaan ini bisa saja terjadi karna memang ayat dan kronologinya juga berbeda. ayat yang diseterukan oleh umar dengan sahabat lain adalah ayat dalam surat furqon sedang yang diperselisihkan oleh ubay ada pada surat an-nahl. Dari semua redaksi hadits seakan mengumpulkan bahwa asal mulanya tujuh huruf itu berfariasi, ada yang murni permintaan nabi dengan sedikit bernegoisasi terlebih dahulu kepada jibril, ada yang melalui perantara mika'il dan ada pula yang menyebutkan bahwa tujuh huruf itu perintah mutlak tanpa melalui suatu proses apapun dari jibril. Tujuh huruf dengan beberapa ta'wilannya Sebagian dari ummat salaf mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf di sana adalah sab'ah awjah, tujuh macam model penyampaian yang ada dalam al-qur'an yang berupa Amar, nahi, wa'ad, Wa'id, jadal, qosos, mitsal. Namun bila dita'wil sedemikian, maka akan terjadi kontrofersi hukum dalam al-qur'an, maka hukum akan tergantung bagaimana orang membacanya, orang yang membaca suatu ayat dengan teks fardlu, maka ia terkena khitob wajib untuk melaksanakannya, orang yang membaca dengan bentuk tahrim, maka ia pun diharam melakukan apa yang ia baca, begitu pula bagi orang yang membacanya dalam konteks takhyir, maka ia diperkenankan untuk memilih, boleh melaksanakan boleh tidak. Bagaimana hal ini bisa terjadi, padahal Allah swt telah menafikan kontrofersi dalam ayat al-qur'an dengan firmannya dalam surat annisa' 82, “ maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-qur’an ? kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak” lagi pula, kalau toh para sahabat kala itu berbeda dalam ma'ani al-qur'an bukannya lafadz, maka mustahil rasul membenarkannya, bahkan sampai menyuruh mereka menetapi bacaannya masing-masing, padahal nabi tidak mungkin memberikan sebuah keputusan atas suatu masalah dalam satu waktu dengan dua keputusan sekaligus dan beliau juga melarang hal itu pada ummatnya. Sudah dimaklumi bahwa perdebatan antar sahabat bukanlah dalam segi tahlil penghalalan, tahrim, wa'ad, wa'id, dan sesamanya karna hal itu mustahil akan dibenarkan oleh rasul. dan lagi, para sahabat antara satu sama lain tidak ada yang mengingkari bahwa Allah berhak memerintah, melarang, menjanjikan hambanya yang taat, mengancam yang berbuat maksiat menurut kehendaknya, memberi mau'idhah pada nabinya dan memberikan perumpamaan-perumpamaan untuk hambanya. Mungkinkah mereka bersengketa dalam mas'alah tadi yang jelas-jelas mereka tidak berani menggugat hak otoritas tuhan yang maha berkehendak ? Masih mungkinkah mereka berbeda dalam membaca ma'ani al-qur'an ?..jelas imposible. Ada yang menakwili bahwa tujuh huruf itu adalah, ada tujuh bahasa yang terdapat dalam Al-Qur'an yakni tujuh ibarat dari bahasa-bahasa yang berbeda dari qabilah arab, namun yang mendominan adalah berupa dialek Qurais. Menurut Ibnu Atiyyah “maksud dari hadits “'ala sab'ati ahruf” bahwa didalam Al-Qur'an terdapat tujuh ibarat dari bahasa tujuh qabilah arab, kadang Al-Qur'an menggunakan satu ibarat dari bahasa quraisy, dalam redaksi lain dengan bahasa hudzail, meninjau mana yang lebih fasih dan lebih I'jaz satu sama lain, seperti cerita salah seorang sahabat yang tidak mengetahui arti dari lafadz “fatara” dan setelah beliau melihat persengketaan orang 'arabi yang berebut air di sebuah sumur, salah satunya berkata “Ana Fathartuha” yakni “Ana Ibtada'tuha” dari sini sahabat itu mengetahui makna fathara yang ternyata bermakna ibtada'a yang memulai pertama kali. Pendapat ini jelas membuahkan kerancuan idiologi, yakni tidak bisa menselaraskan ide tersebut dengan persengketaan sahabat yang kemudian masing-masing dibenarkan oleh nabi. Karna mereka tidak mungkin bersengketa kalau yang dibaca adalah ayat dan surat yang berbeda dan lebih mustahil lagi masalah pembenaran yang dilakukan oleh nabi. Antara Qiro'ah Sab'ah Dan Sab'atu Ahruf Sebagian ulama' mengatakan bahwa tujuh huruf itu masih ada dan tetap eksis sampai sekarang yang kini popular dengan sebutan Qiroah Sab'ah. Inipun juga tidak berdasar kalau tujuh huruf itu di artikan sedemikian, lalu bagaimana dengan qiro'ah asyroh yang tetap boleh dibaca, sekalipun bukan tawatur apakah itu bukan Al-Qur'an? Timbulnya qira'ah sab'ah adalah setelah masa tersebarnya mushaf yang di sebarkan oleh sayyidina utsman ra di berbagai pusat Negara islam, jadi bukan bermula pada masa hidupnya nabi, melaikan pada abad pertama dan tersiar setelah abad kedua. Tersebutlah tujuh orang imam yang masyhur ahli qira'ah yang dikemudian hari terkenal dengan qiro'ah assab'ah, karena masing-masing teliti dalam meriwayatkan qiro'ah yang bermuara dari nabi Muhammad dan sesungguhnya masih ada tiga lagi imam yang lebih dikenal dengan qiraah asyrah sekalipun riwayat mereka tidak mencapai derajah mutawatir namun bacaan mereka tetaplah di akui berbeda dengan qiroah asyara yang dikenal dengan qiroah syadznya, oleh sebab itu adanya qiro'ah sab'ah itu tidak ada sangkut pautnya dengan hadits nabi mengenai tujuh huruf dalam Al-Qur'an, melainkan memiliki dasar tersendiri. Sayyidina utsman ra tidaklah melakukan penyatuan yang nyata dalam menulis mushafnya, namun beliau masih menyisakan bacaan yang berbeda dalam segi qira'ah dan ada` yang merupakan bagian dari salah satu tujuh huruf yang dimiliki Al-Qur'an, karna memang tulisannya tidak berbeda dan cocok dengan khot mushaf utsmani yang disepakati oleh sahabat. Jadi yang dihapus itu bukan secara mutlak. tapi secara global, dengan artian yang menyalahi huruf quraisy dan tidak bisa dita'wil saja. Tanpa memandang apakah penghapusan itu terjadi pada masa rasul atau setelahnya Penulisan mushaf utsmani yang ketika itu dengan khot kufi, tanpa titik dan harakah adalah untuk mengakomodasi terhadap sab'atu ahruf, agar huruf yang berbeda dengan dialek quraisy dalam segi titik dan harakah namun bentuk tulisannya sama, bisa dicakup, seperti lafadz ننشزهاyang dibaca ننسزها, sedangkan yang berbeda hurufnya seperti lafadz ووصىdengan وأ وصىmaka ditulis dalam mushaf lain, Seperti lafadz " " بالزبر وبالكتابdengan tambahan ba' dalam mushaf yang dikirimkan ke kota Syam, dan lafadz " " تجري من تحتها النهارdengan tambahan huruf منdimusahaf al-makki. Oleh karena itu syarat untuk bacaan shahih diharuskan sesuai dengan salah satu dari tujuh mushaf yang ditulis oleh sayyidina utsman tersebut dan bagi yang menyalahi maka dikatakan syadz karma menyalahi tulisan yang sudah mujma' 'alaih disepakati. Imam makki bin abi thalib mengatakan bahwa qira'at yang kini masyhur dibaca dan disahkan riwayatnya dari para imam itu adalah sebagian dari tujuh macam huruf yang sesuai dengan huruf ketika Al-Qur'an diturunkan, namun bukan berarti yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh qiraah ini melainkan sebagian / diantaranya. Penghapusan Kadang ada yang masih terasa janggal dipikiran kita, seperti apa contoh dari tujuh bahasa itu, kenapa yang tersebar Cuma satu, kemudian yang enam kemana, apakah di hapus lantas tidak diberlakukan lagi ? atau malah terlupakan, terus apakah ummat ini telah menyia-nyiakan sesuatu yang seharusnya dijaga ? what happen ? Sebenarnya perihal ini pun masih khilaf yang pertama menyatakan tidak dihapus, pun pula ummat ini tidak masuk dalam katagori menyianyiakan Al-Qur'an yang seharusnya dijaga. Memang benar ummat ini diperintah untuk menjaga Al-Qur'an, Hanya saja mereka diberikan pilihan salah satu hurufnya saja, seperti halnya seorang yang melanggar janji, maka ia diberikan pilihan satu dari tiga sangsi antara membebaskan budak, puasa atau memberikan makanan, begitu pula dalam masalah ini, dengan menjaga satu saja maka sudah cukup, lagi pula bahasa qurais adalah yang asli. Menurut Abu bakar bin 'arabi “ semua bahasa dan qira'ah gugur kecuali apa yang tertulis dalam mushaf utsmani atas kesepakatan para sahabat sedang izin untuk membaca yang lain sebelum itu telah habis”. Qurthubi dengan dukungan nawawi dan thabari menyatakan bahwa “kelonggaran dengan membaca tujuh huruf adalah disebabkan lemahnya mereka untuk memaham dan membaca Al-Qur'an dengan bahasa lain karna mereka adalah komunitas ummy jarang sekali ada yang bisa tulis menulis, sehingga sulit bagi mereka untuk mempelajari bahasa asing maka mereka diberikan rekomendasi untuk membaca Al-Qur'an dengan bahasa yang berbeda namun tetap dengan artian yang sama dan tentunya atas didikan dan tuntunan rasul, setelah banyak dari mereka menguasai bahasa quraisy maka mereka tidak lagi diperkenankan membaca dengan bahasa yang berbeda”. Ketika sayyidina utsman ra mengerahkan prajurit syam dan irak untuk memerangi penduduk Armenia dan adzribaijan, datang sahabat hudzaifah bin tsabit menghadap beliau dan menghabarkan bahwa pasukan muslimin berselisih mengenai bacaan Al-Qur'an, untuk itu dia menganjurkan agar kholifah mengirimkan mushaf yang pernah ditulis pada masa abu bakar ke berbagai kota yang berselisih untuk disatukan disamakan bacaannya, supaya nantinya tidak sama dengan kaum yahudi yang yang berselisih dalam urusan kitab mereka. “apabila kalian berselisih tentang suatu bacaan maka hendaklah kalian tulis dengan dialek quraisy, karna Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa quraisy” begitulah pesan utsman kepada juru salin mushaf, kemudian mushaf-mushaf itu di sebarkan ke kota makkah, basrah, kufah, syam dan satu beliau simpan sendiri di madinah dan disebagian riwayat disebutkan tujuh salinan, dua lainnya ke yaman dan Bahrain. Pada waktu itu beliau memerintahkan agar naskah Al-Qur'an yang sebelumnya dibakar agar menyatu pada satu mushaf yang asal, sebelum diberikan rekomendasi membaca dengan berbagai macam dialek yang berbeda, yaitu Al-Qur'an dengan dialek quraisy yang dulunya tersimpan rapi dirumah hafshah. sekaligus untuk meredam perselisihan antara ummat islam dalam membaca ayat Al-Qur'an. Dari sini sebagian ulama mengatakan bahwa enam huruf selain dialek quraisy itu kini telah dinusakh dengan sendirinya setelah hilangnya masyaqqah yang ada, karna rukhsoh, ketika sababnya telah sirna, maka kembali pada hukum asal, yaitu bacalah Al-Qur'an dengan satu huruf, bahasa quraisy tempat nabi diutus dan Al-Qur'an diturunkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi “qurasy afshahu lisanan” bahasa quraisy adalah yang terfasih bahasanya. Ulama' yang mengatakan terhapusnya huruf yang enam pun masih berselisih apakah penghapusan terjadi pada masa nabi atau setelahnya namun kebanyakan lebih condong bahwa penghapusan itu terjadi pada masa rasul. Tujuh bahasa itu selesai dan habis masa berlakunya ketika pengumpulan mushaf pada satu huruf dilakukan demi menghilangkan persengketaan, karna pertama kali Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa quraisy, kemudian diperbolehkan bagi orang arab yang mana Al-Qur'an diturunkan kepada mereka dan sekaligus mereka sebagai sasaran khitab ketika itu, untuk membaca dengan bahasa mereka masing masing yang telah menjadi perkataan sehari-hari walaupun berbeda dalam lafadz dan I'rabnya, dan tidak ada paksaan bagi mereka untuk membaca dengan bahasa lain, Karena hal itu menyulitkan bagi mereka, kemudian rasul wafat sedang setiap sahabat memegang bacaan yang telah diajarkan oleh beliau walaupun berbeda dengan sahabat yang lain hal inilah yang kemudian menyebabkan persengketaan antar sahabat yang tidak mengetahui akan adanya tujuh bahasa yang diinformasikan oleh nabi, karna disibukkan dengan peperangan. “Unzilul qur'an 'ala sab'ati ahruf” al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf, begitulah sabda nabi menyikapi berdebatan para sahabatnya yang berselisih dalam perbedaan bacaan ayat, namun ketika mereka kembali berselisih karna adanya tujuh huruf ini, maka para pemuka shahabat kala itu sepakat untuk mengembalikannya pada satu huruf dan mengumpulkannya dalam mushaf yang sampai kini terkenal dengan sebutan mushaf utsmani. Itulah Al-Qur'an yang sering dikoreksi oleh malaikat jibril sekali dalam setahunnya tiap bulan ramadlan dan dua kali untuk yang terakhir kali. Wallahu a'lam. Alan Ibnu Muhammad at 636 AM Share No comments Post a Comment › Home View web version Powered by Blogger MAKNA “AL-QUR’AN TURUN DALAM TUJUH HURUF” Bagian-2 Selasa, 01 Nopember 11 Pendapat yang paling kuat di antara pendapat-pendapat itu semua adalah pendapat pertama, dan bahwasanya yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa dialek dari bahasa-bahasa م ج ي أ مقيب ذ يdan سرذع ي Arab dalam satu makna. Seperti kata ل ع م ج,م أ يyang lafazh-lafazh tersebut همل ن ل, ت ممعال,ل sekalipun berbeda namun maknanya adalah sama yaitu kemari. Dan yang berpendapat dengan pendapat ini adalah, Sufyan bin Uyainah, Ibnu Jarir, Ibnu Wahb dan yang lainnya. Dan Ibnu Abdil Barr menyandarkan pendapat ini kepda kebanyakan ulama. Dan yang menunjukkan hal ini adalah hadits Abi Bakrah radhiyallahu 'anhu مي م قا م كاذئي ن قا م ل مقا م ري ن ة ست مزذد يه ن ف م فم م.ف يا محمد اقيمرأ ال ي نل سب يعم م ل ذ ن م ع مملى مل حير ف ن ع مملى م قيرآ م حلتى ب مل مغم ستة أو م لا ي أن ذ جب ي ذ حيرفمي ي ذ م ف م حوم قمويل ذ م ل ومأ مقيب ذ ي ك ت ممعا م قا م مةف ب ذعم م ة عم م ك نل صمها مل ب ف فم م م تم ي مةف أ موي آي م م م آي م م م مواذ يهم ي ب نم ي ة مر ي ب ب ذمر ي كا ف شا ف حنر ف أ ي ل ومهمل ن ل ح م ح م خت ذ ي ما ل م ي ف م ذا ف ذا ف م ج ي ل سرذع ي ومع ي ج ومأ ي Sesungguhnya Jibril 'alaihissalam berkata”Wahai Muhammad, bacalah al-Qur’an dalam satu huruf.” ” Maka Mikail 'alaihissalam berkata”Mintalah tambahan huruf.” Maka Jibril 'alaihissalam berkata”Dalam dua huruf.” Dan Jibril 'alaihissalam terus menerus menambahkannya sampai dalam enam atau tujuh huruf. Lalu ia mengatakan”Semuanya adalah obat penawar yang memadai, selama ayat adzab ayat yang menceritakan tentang siksa tidak ditutup dengan ayat rahmat ayat yang menceritakan tentang rahmat/kasih sayang dan ayat rahmat tidak ditutup dengan ayat adzab. Seperti م ج ي أ مقيب ذ ي, ل ت ممعا مucapanmu HR Imam Ahmad no. 21055 ”ل ع ي جdan , سرذع ي اذ يهم ي,ل أ ي,ب Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata”Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan lafazh-lafazh tersebut hanyalah untuk memberikan contoh terhadap huruf-huruh dialek yang dengannya al-Qur’an diturunkan, dan bahwasanya ia adalah makna-makna yang sama pemahamannya, dan beda pengucapannya. Dan tidak ada satupun di dalamnya makna yang saling bertentangan, dan tidak ada sisi makna yang kotradiksi dan menafikkan makna sisi yang lain, seperti kata rahmat yang berlawanan dengan adzab.” Dan pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang banyak, di antaranya ت على رسول الله صلى الله عليه وسلم لقد قرأ ن فقال،قرأ رجل عند عمر بن الخطاب رضي الله عنه فغلير عليه ألم تقرئني آية كذا وكذا؟ قال، يا رسول الله فقال، فاختصما عند النبي صلى الله عليه وسلم قال.ي فلم يغجير عل ل ب صدره وقال فضر م قال، فعرف النبي صلى الله عليه وسلم ذلك في وجهه، فوقع في صدر عممر شيءبلى! قال ما لم تجع ي، إن القرآن كلله صواب، يا عمنر ثم قال-قالها ثلةثا- ابعمد ي شيطاةنا. ة ة عذاةبا أو عذابا رحم ة ل رحم ة Ada seorang laki-laki yang membaca al-Qur’an di sisi Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, lalu ” hal itu membuat Umar marah, lalu orang itu berkata”Aku telah membacanya di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, namun beliau tidak memarahiku.” Perawi hadits berkata”Lalu keduanya berselisih pendapat di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.” Maka orang itu berkata”Wahai Rasulullah bukankah anda membacakan kepadaku ayat ini dan ini?” Beliau bersabda”Ya benar” Perawi berkata”Maka dalam diri Umar radhiyallahu 'anhu ada sesuatu yang mengganjal ketika mendengar jawaban Nabi, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengetahui hal itu dari wajahnya. Lalu beliau menepuk dada Umar dan bersabda”Jauhilah setan” Beliau mengulanginya tiga kali. Kemudian beliau juga berkata”Wahai Umar, Al-Qur’an itu seluruhnya adalah benar, selama ayat rahmat tidak dijadikan ayat adzab, dan ayat adzab tidak dijadikan rahmat.” Tafsir ath-Thabari Dari Busr bin Sa’id radhiyallahu 'anhu قيتها من رسول الله صلى الله عليه تل ل فقال هذا، أن رجلين اختلفا في آية من القرآنجهيم النصاري أخبره أن أبا ن فسأل رسو م،قيتها من رسول الله صلى الله عليه وسلم ،ل الله صلى الله عليه وسلم عنها تل ل وقال الخر.وسلم مراء فيه ن ال ذ فإ م،مامريوا في القرآن إ نفقال رسول الله صلى الله عليه وسلم فل ت م،ن القرآن أنزل على سبعة أحرف 1 كفءر Abu Juhaim al-Anshari telah mengabarkan kepadaku, bahwa ada dua orang laki-laki berselisih ” mengenai satu ayat di dalam Al Qur'an. Salah satu dari keduanya berkata"Sesungguhya saya telah menerima langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Sedangkan yang lain berkata"Saya juga menerimanya langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Lalu keduanya menanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau pun bersabda"Sesungguhnya Al-Qur`an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka janganlah Al-Qur'an itu diperdebatkan dan diperselisihan. Karena perdebatan mengenai ayat Al-Qur'an itu merupakan kekufuran." HR. Ahmad dalam alMusnad, Ath-Thabari dalam Tafsirnya ي أم م Dari al-A’masy rahimahullah, ia berkata”Anas radhiyallahu 'anhu membaca ayat شد ص شئ م م ن منا ذ إذ ل ل هذ م ة الل لي ي ذ م ب ذقيلة ي صو م ن ومطةئا وم أ يQS. Al-Muzamil 6 Maka sebagian orang berkata kepadanya”Wahai Abu Hamzah م م م م م Anas, kalimat itu ialah م صو م ن صو م ن أقيوم نbukan ب أ ي. Maka beliau pun berkata”ب أ ي,وم أقي مdan أهيميأmaknanya sama.” HR. Imam ath-Thabari Dan dari Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata فقال له. اقرإ القرآن على حرفينننبئت أن جبرائيل وميكائيل أتيا النبي صلى الله عليه وسلم فقال له جبرائيل قال، حتى بلغ سبعة أحرف قال. استزده فقال له ميكائيل. اقرإ القرآن على ثلثة أحرف فقال. استزدهميكائيل ن م ت ذإل ل تختل ن محمد وفي قراءتنا } إ ذ ي قال، تعال وهلم وأقبلهو كقولك،ر ول نهي كان م ي ول أم ف،ف في حلل ول حرام في قراءة ابن مسعود إن كانت إل زقية واحدة،[53 ،29 حد مة ة { ]سورة يس ة موا ذ ح ة صي ي م م Aku diberitahukan bahwa Malaikat Jibril dan Mikail 'alaihimassalam menemui Nabi shallallahu 'alaihi ” wasallam, lalu Jibril 'alaihissalam berkata”Bacalah al-Qur’an dengan dua huruf.” Maka Mikail 'alaihissalam berkata kepada beliau”Mintalah tambah” Maka Jibril 'alaihissalam berkata”Bacalah alQur’an dengan tiga huruf” Lalu Mikail 'alaihissalam brrkata lagi”Mintalah tambah” Perawi berkata”Hingga sampai tujuh huruf” Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata”Huruf-huruf bacaanbacaan tersebut tidak berbeda dalam masalah halal haram, dan tidak pula dalam masalah perintah dan larangan. Namun ia hanya seperti perkataanmu’Ta’aal, Halumma, dan Aqbil. Dan seperti dalam qira’ah kita ن م { حد مة ة ة موا ذ ح ة صي ي م [ } إ ذ ي53 ،29 ]سورة يس كان م ي ت ذإل م Dan dalam qira’ahIbnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu إن كانت إل زقية واحدة Diriwayatkan oleh Imam ath-Thabari dalam Tafsirnya Pendapat yang kedua yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa dialek dari bahasa-bahasa dialek Arab yang dengannya al-Qur’an diturunkan, yang artinya bahwa secara keseluruhan kalimat-kalimat al-Qur’an tidak keluar dari ketujuh huruf tersebut dan ketujuh huruf tersebut terkumpul dalam al-Qur’an. Pendapat ini dijawab bahwa bahasa Arab lebih dari tujuh. Dan bahwasanya Umar radhiyallahu 'anhu dan Hisyam bin Hakim keduanya adalah orang Quraisy, satu kabilah, namun keduanya berbeda dalam bacaan mereka. Dan mustahil kalau Umar radhiyallahu 'anhu mengingkari bahasanya sendiri, maka hal itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf bukanlah apa yang dimaksud oleh mereka pendapat kedua. Dan tidak ada maksud yang lain dari tujuh huruf kecuali ia adalah perbedaan alfazh dalam mengungkapkan satu makna, dan itu adalah pendapat yang kami rajihkan. Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah setelah membawakan dalil-dalil yang menguatkan pendapatnya beliau berkata dalam rangka membatalkan pendapat kedua”Bahkan tujuh huruf yang dengannya alQur’an diturunkan adalah tujuh bahasa dalam satu huruf, dan satu kalimat dengan perbedaan lafazh أ مقيب ذ ي,م lafazh dan kesesuaian makna. Seperti perkataan anda” قنيرذبي,وي ص ذ دي ن م ي همل ن لdan ق م ي,ي إ ذل م ل, ت ممعال,ل ح ذ yang lain, dari lafazh-lafazh yang pengucapannya berbeda namun maknanya sama, sekalipun lisanlisan mereka berbeda dalam menjelaskannya. Seperti yang kami riwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan yang kami riwayatkan dari Shahabat radhiyallahu 'anhum. Dan itu أ مقيب ذ ي,م seperti perkataan anda” ت ممعال,ل همل ن ل. juga perkataan”Maa Yanzhuruuna Illa Zaqiyyatn.’ dan dibaca pula“Illaa Shaihatan.” Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah menjawab pertanyaan yang mungkin terlontar”Di kitab Allah yang mana kita dapati satu huruf dibaca dengan tujuh bahasa dialek yang berbeda lafazh dan sama dalam makna?” Maka beliau rahimahullah menjawab”Kamu tidak mengklaim kalau hal itu ada sekarang ini” Dan terhadap pertanyaan lain”Lalu bagaimana dengan keenam huruf lainnya, kenapa ia tidak ada?” Beliau jawab”Umat Islam diperintahkan untuk menjaga menghafalkan al-Qur’an, dan mereka diberi pilihan untuk membaca dan menghafalnya dengan huruf mana saja dari ketujuh huruf tersebut yang mereka suka. Kemudian setelah itu ada alasan yang mengharuskan mereka membacanya dengan satu huruf pada zaman Utsman radhiyallahu 'anhu dikarenakan khawatir munculnya fitnah. Kemudian ummat sepakat di atas hal tersebut membaca dengan satu huruf , yang mana mereka terjaga dari kesesatan maksudnya kesepakatan mereka adalah benar karena ummat ini dijaga dari kesesatan.” Tafsir ath-Thabari Pendapat ketiga yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh sisi bahasa; yaitu berupa amr perintah, nahyu larangan, halal, haram, muhkam, mutaysabih, dan matsal perumpamaan. Maka bisa dijawab bahwa zhahir makna yang nampak dalam hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah suatu kalimat yang dibaca dengan dua, tiga sampai tujuh model bacaan dalam rangka memberikan kelonggaran bagi ummat ini. Dan satu perbuatan atau benda tidak mungkin menjadi halal atau haram dalam satu ayat, dan makna kelonggaran bukan dalam hal mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram dan juga bukan dengan merubah sesuatu dari maknanya yang disebutkan. Dan yang ada dalam hadits-hadts yang lalu menjelaskan bahwa para Shahabat radhiyallahu 'anhumyang berselisih dalam bacaan menghadap kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau meminta masing-masing dari mereka untuk membaca, kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam membenarkan masing-masing dari bacaan mereka sekalipun bacaannya berbeda-beda. Sampai-sampai sebagian shahabat bingung terhadap pembenaran beliau terhadap bacaan-bacaan tersebut. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada para Shahabat yang bingung ketika beliau membenarkan semua bacaan ممرني أن أقرأ على سبعة أحوف إ ل ن الله أ م ”.Sesungguhnya Allah memerintahkan aku untuk membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf ” Dan sudah dimaklumi bahwa perdebatan perselisihan mereka dalam hal-hal yang mereka perselisihkan di dalamnya adalah bagian dari itu dalam masalah bacaan. Seandainya perdebatan mereka dan perselisihan mereka dalam makna yang ditunjukkan oleh bacaan mereka berupa, penghalalan, pengharaman, janji, ancaman dan yang semisalnya tentu mustahil bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk membenarkan semuanya perbedaan mereka, dan mustahil memerintahkan masing-masing mereka untuk berpegang teguh
surat isian 7 huruf